Mengenai Saya

Foto saya
hanya seorang yang memp[unyai banyak kekurangan dan terus ingin belajar

title

Selamat Datang di Blog ikhsan kepanduan. Semoga Bermanfaat

Laman

Jumat, 16 Juli 2010

BAB I
PENDAHULUAN

Beranjaknya usia yang sekarang kita lalui sebagai makhluk Allah, kini tiba waktunya kita melalui atau menghadapi maslah kehidupan yang sebenarnya, yaitu easuki masa penjajakan karakter diri dan lawan jenis. Dalam islam sebagai umat isalam kita diberi 1 tugas dimana tugas ini hanya boleh dilaksanakan ketika kita sudah siap lahir maupun batin yaitu pernikahan.
Sebelum melanjutkan pembahasan yang lebih lanjut tentang pernikahan ada baiknya kita menambah wawasan kita tentang pernikahan, yang bisa kita jadikan bekal untuk mengawali sebuah perjalanan yang panjang mengarungi kehidupan yang panjang dengan lawan jenis pilihan Allah untuk kita. Marilah kita menilik tentang arti pernikahan, seluk beluk pernikahan, dasar hukum pernikahan, hukum ernikahan, rkun pernikahan, sunah pernikhan, syarat-syarat pernikahan, hak dan kewajiban suami istri, pergaulan suami istri, tujuan pernikahan dan hikmah suatu pernikahan.
Diusia kita sekanag ini, yang mana kita telah menduduki jabatan sebagai mahasiswa, masa-masa yang rawan terhadap fenomena pernikahan, maka dari itu kita harus benar-benar jeli memilih calon suami maupun istri, yang mana kita akan bersama-sama mengarungi pahitny, manisnya, kehidupan ini bersama pasangan kita dalam kehidupan yang dinamakan kehidupan rumah tangga. Selanjutnya marilah kita bahas satu persatu tentang pernikahan untuk menambah pengetahuan kita dan dapat menjadi modal untuk kedepan dalam mengarungi kehidupan bernama pernikahan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PERNIKAHAN
Pernikahan (Ta’rif) / (zawaj) merupakan akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak serta kewajiban serta tolong menolong antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Selanjutnya dalam hadits berikut :

يَشَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطاَعَ مِنْكُمُ الْباَءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ, فَاِنَّهُ اَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَاَحْصَنُ لِلْفَجْرِ
[رواه البخارى]

”Wahai segenap pemuda, barangsiapa yang mampu memikul beban keluarga hendaklah kawin. Sesungguhnya perkawinan itu lebih dapat meredam gejolak mata dan nafsu seksual, tapi barangsiapa yang belum mampu hendaklah dia berpuasa karena (puasa itu) benteng (penjagaan) baginya” (HR. Al Bukhari)

dan firman Allah SWT
32. dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian[1035] diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.

[1035] Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita- wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.

1. Tujuan Pernikahan
Telah berlaku anggapan kebanyakan pemuda dari dahulu sampai sekarang, mereka ingin menikah karena beberapa tujuan, diantaranya :
a. Karena Mengharapkan Harta Benda.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ تَزَوَّجَ إِمْرَأَةً لِماَلِهَا لَمْ يَزِدْهُ إِلاَّ فَقْراً
“Barang siapa menikahi seseorang perempuan karena kekayaannya, niscaya Allah tidak akan menambah kecuali kemiskinan.”


b. Karena Mengharapkan Kebangsawanannya.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ تَزَوَّجَ اِمْرَأَةً لِعِزِّهَا لَمْ يَزِدْهُ إِلاَّ ذِلاًّ
“Barang siapa menikahi seseorang perempuan karena kebangsawaannya, niscaya Allah tidak akan menambah kecuali kehinaan.”

c. Karena Ingin Melihat Kecantikanya
Rasulullah SAW bersabda:
لاَ تَزَوَّجُوا النِّساَءَ لِحُسْنِهِنَّ فَحَسى أَمْواَلُهُنَّ اَنْ تَطْغِيَهُنَّ وَلكِنْ تَزَوَّجُوهُنَّ عَلَى الدِّيْنِ
وَلامةٌ سَوْدَاءُ ذاَتُ دِيْنٍ أَفْضَلُ
“Janganlah kamu menikahi perempuan itu karma kecantikannya, mungkin kecantikan itu akan membawa kerusakan bagi mereka sendiri. Dan janganlah kamu menikahi mereka karena mengharap harta mereka, mungkin hartanya itu akan menyebabkan mereka sombong. Akan tetapi nikahilah mereka dengan dasar agama. Dan sesungguhnya hamba sahaya yang hitam lebih baik asal ia beragama.”

d. Karena Agama dan Budi Pekertinya yang Baik
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ نَكَحَهَا لِديْنِهَا رَزَقَهُ اللهُ ماَلَهَا
”Barang siapa menikahi seorang perempuan karena agamanya, niscaya Allah SWT mengaruniainya dengan harta.”

2. Hukum Nikah
a. Jaiz (diperbolehkan), merupakan asal hukum nikah.
b. Sunnah, bagi orang yang berkehendak, serta mampu memberi nafkah
c. Wajib, bagi orang yang mampu memberi nafkah dan tidak takut akan tergoda pada kejahatan (zina).
d. Makruh, bagi orang yang tidak mampu memberi nafkah
e. Haram, bagi orang yang berniat akan menyakiti perempuan yang dinikahinya.
3. Rukun Nikah
a. Sigat (Akad)
Yaitu perkataan dari pihak wali perempuan, seperti kata wali, ”Saya nikahkan Engkau dengan anak saya....”. lalu mempelai pria menjawab, ”Saya terima nikahnya.....”
b. Wali dari Perempuan
Adapun yang bisa menjadi wali dari pengantin perempuan adalah:
- Bapaknya
- Kakeknya (bapak dari bapak calon istri)
- Saudara laki-laki yang seibu sebapak
- saudara laki-laki yang sebapak saja
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seayah saja
- saudara bapak yang laki-laki (paman)
- Anak laki-laki pamannya dari pihak bapak
- hakim
Dari keseluruhan ini dapat menjadi wali pengantin perempuan dengan syarat:
- Islam
- Baligh
- Berakal (tidak gila)
- Merdeka
- Laki-laki
- Adil
c. Dua Orang Saksi
Rasulullah SAW bersabda:
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِّى وَ شاَهِدَى عَدْلٍ
“tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil”
d. Mahar (mas kawin)
4. Syarat Wali dan Dua Orang Saksi
5. Orang yang Haram dinikahi
a. Tujuh orang dari pihak keturunan
- Nenek
- Anak dan cucu, dan keturunan seterusnya
- Saudara perempuan seibu sebapak
- Saudara perempuan dari Bapak
- Saudara perempuan dari Ibu
- Anak perempuan dari saudara laki-laki, dan seterusnya
- Anak perempuan dari saudara perempuan, dan seterusnya
b. Dua orang dari sebab menyusu
- Ibu yang menyusuinya
- Saudara perempuan sepersususan
c. Lima orang dari sebab pernikahan
- Ibu dari Istri (mertua)
- Anak istri, apabila sudah campur dengan ibunya
- Istri anak (menantu)
- Istri Bapak (Ibu tiri)
6. Adab dan Sunah Nikah
a. Khutbah
b. Walimah atau jamuan / hidangan dalam sebuah acara pernikahan
c. Mengumumkan pernikahan dengan alat musik rebana atau nyanyian yang dibolehkan
d. Mendoakan kedua mempelai
e. Hendaknya menggauli Istri dimulai pada bulan Syawwal
f. Apabila memasuki tempat Istrinya (sebelum menggaulinya), maka peganglah ubun-ubunnya sambil berdoa:
g. Berdoa ketika hendak berhubungan intim:
بِسْمِ اللهِ اَ للّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَا نَ وَ جَنِّبِ الشَّيْطَا نَ مَا دَ زَ قْتَنَا
“ Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, jauhkan kami dari syetan dan jauhkan setan dari apa yang engkau karuniakan kepada kami .“
7. Hak-hak Suami Istri
a. Hak-hak istri atas suaminya
 mendapatkan nafkah dari suaminya baik lahir maupun batin
 bermalam dengannya satukali dalam empat malam (bagi suami yang jarang bermalam dirumah istrinya tiap malam)
 istri berhak mendapatkan jatah yang adil jika suaminya mempunyai istri lebih dari satu
 suami berhak tinggal dirumah istrinya selama tujuh hari berturut-turut di hari pernikahannya, jika istrinya seorang gadis, dan tiga hari jika istrinya seorang janda
 disunahkan memberikan ijin kepada istrinya jika yang akan menjenguk muhrimnya yang sedang sakit atau ada acara penting
b. Hak-hak istri terhadap suaminya
 istri wajib menaatinya dalam hal kebajikan
 istri wajib menjaga harta suaminya dan kehoramatanya
 meminta ijin kepada suaminya ketika hendak berpuasa jika suaminya sedang berada dirumah
 menyerahkan diri kepada suami kapan saja suami ingin menggaulinya
8. Perayaan
Orang yang menikah hendaknya mengadakan perayaan sesuai dengan kemampuanya. Hukum perayaan nikah, sebagian ulama mengatakan wajib, tetapi ada yang mengatakan sunnah.
Sabda Nabi SAW, kepada Abdurrahman bin Auf sewaktu dia menikah :
اَ و لِمْ وَ لَوْ بِشَا ةٍ (روه البخا ر و مسلم)
“adakanlah perayaan walaupun hanya memotong seekor kambing” (riwayat bukhori dan muslim)
Dan hukum untuk memenuhi undangan itu adalah wajib, bagi yang tidak berhalangan.
9. Thalak (Penceraian)
Taklif thalak menurut bahasa arab adalah melepaskan ikatan pernikahan.
Dari uraian diatas dapat kita jabarkan bahwa tujuan pernikahan :
a. untuk hidup dalam pergaulan yang sempurna
b. suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur rumah tangga dan keturunan.
c. Sebagai suatu tali yang amat teguh guna memperkokoh tali persaudaraan antara kerabat sami dan kerabat istrisehingga pertalian it menjadi suatu jalan yang membawa kaum ataupun golongan saling tolong menlong
Pintu perceraian dibukakan oleh Allah sebagai jalan keluar dari segala kesukaran, apabila pergaulan kedua suami istri tidak dapat mencapai tujuan-tujuan pernikahan. Dengan ini, terjadilah ketertiban dan ketentraman antara kedua pihak dan masing-masing dapat mencari pasangan yang cocok yang dapat mencapai tujuan pernikahan.
Menurut asalnya, hukum talak ini adalah makruh adanya. Berdasarkan hadst babi Muhammad SAW berikut ini :
عَنِِ اِبن عُمَرَ قاَ ل : قاَ ل ر سُوْ لُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ و سَلَّمَ اَ بْغَضُ ا لْحَلا لِ اِ لَى اللهِ الْطَلآ قُ (روه أ بنو دا ود وابن ما جه)
Dari Ibnu Umar, ia berkata bahwa Rasulullah SAW, telah bersabda “sesuatu yang halal amat dibenci Allah ialah talak”. (riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Menilik pada kemaslahatan atau kemandharatan talak, maka hukum talak ada 4, yaitu:
a. Wajib, apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan kedua hakim yang mengurus sudah memandang perlu akan adanya perceraian diantara keduanya.
b. Sunat, apabila suamu tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibanya (menafkahi istri) atau istri tidak dapat menjaga kehormatan dirinya.
c. Haram (bid’ah) dalam 2 keadaan. Pertama, menjatuhkan talak satu terhadap istri yang sedang haid. Kedua, menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah dicapmurinya dal m waktu suci itu
d. Makruh, yaitu hukum asal dari talak tersebut diatas.
10. Bilangan Talak
Tiap orang yang merdeka berhak menolak istrinya dari talak satu hingga talak tiga. Talak satu ataupun dua masih boleh rujuk kembali sebelum habis masa iddahnya dan boleh menikah kembali setelah masa iddah.
Adapun talak tiga tidak boleh rujuk atau kawin kembali, kecuali apabila si perempuan telah menikah kembali dengan orang lain dan telah ditalak pula oleh suami yang kedua. Sebagaiman firman Allah SWT :

230. kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. (Q.S. Al Baqarah 230)

Orang-orang yang tidak sah dalam menjatuhkan talak, ada 4 macam, yaitu :
1. Anak kecil
2. Orang gila
3. Orang yang tidur
4. Orang yang dipaksa
Keterangan yang pertama, kedua, dan ketiga adalah sabda dari Rosulullah SAW
رُفِعَ الْقَلَمْ عَنْ ثَلاَ ثٍ عَنِ النَّا ئِِمِ حَتَّا يَسْتَيْقِظَ و عَنٍ الصَّبِيِّ حَتَّا يَحْتَلِمَ وَ عَنِ الْمَجْنُوْ نِ حَتَّا يَعْتِلَ (أبو دا ودوالتر مذ ى)
“Perbuatan tiga orang ini dipandang tidak sah yaitu, 1. orang tidur sampai dia terbangun, 2. anak kecil hingga dia baik, 3. ornag yang gila hingga dia sembuh.(Abu dawud dan Tirmidzi)
Adapun mengenai orang yang dipaksa, beralasan pada sabda nabi Muhammad SAW :
لاَ طَللاَ قَ وَ لاَ عِتاَ قَ فِى غِلَقٍ (روه أ بنو دا ود وابن ما جه)
“Tidak sah talak dan memerdekakan bagi orang yang dipaksa.”
b. Perceraian ada 3 cara
o Suami melafazkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga kepada isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk setelah isterinya berkahwin lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah diceraikan suami barunya dan telah habis idah dengan suami barunya. Disebut talak tiga atau bai’n
o Suami melafazkan talak satu atau talak dua kepada isterinya. Suami boleh merujuk kembali isterinya ketika masih dalam idah. Jika tempoh idah telah tamat, maka suami tidak dibenarkan merujuk melainkan dengan akad nikah baru.disebut talak raji’i.
o Perpisahan antara suami dan isteri melalui tebus talak sama ada dengan menggunakan lafaz talak atau khuluk. Pihak isteri boleh melepaskan dirinya daripada ikatan perkahwinan mereka jika ia tidak berpuas hati atau lain-lain sebab. Pihak isteri hendaklah membayar sejumlah wang atau harta yang dipersetujui bersama dengan suaminya, maka suaminya hendaklah menceraikan isterinya dngan jumlah atau harta yang ditentukan.
Hukum khuluk adalah berdasarkan surah al-Baqarah ayat 229 :

229. Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.

[144] Ayat Inilah yang menjadi dasar hukum khulu' dan penerimaan 'iwadh. Kulu' Yaitu permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut 'iwadh.
Inilah talak tebus
sedang tujuan dari khulu’ adalah
i. Memelihara hak wanita
ii. Menolak bahaya kemudaratan yang menimpanya
iii. Memberi keadilan kepada wanita yang cukup umurnya melalui keputusan mahkamah.
c. Ila’
Yaitu sumpah dari seorang suami yang tidak akan mencampuri istrinya sekurang-kurangnya 4 bulan atau dengan tidak menyebutkan jangka waktunya.
Bila suami ingiin balik lagi caranya adalah
 kembali dengan mencampuri istrinya itu, berarti mencabut sumpah dengan melanggar sumpah tersebut. Apabila habis masa 4 bulan tadi maka istri telah mndapat talak Ba’in
 kembali mencampuri istri bila tidak berhalangan. Jika berhalangan maka cukup degan lisan saja
 cukup kembali dengan lisan.
d. Zihar
Seoran lelaki yang menyerupakan istrinya seperti ibunya. Misal ”enkau tampak seperti ibuku”. Maka istri terebut haram bagi sang suami untuk dicampuri,
Dan jika sudah terucap seperti itu maka harus diteruskan dengan talak. Bila tidak diteruskan dengan talak maka sang suami harus membayar kafarat.
Kafarat zihar
1. memerdekakan hamba sahaya
2. atau berpuasa 2 bulan berturut-turut
3. atau memberi makan 60 orang miskin. Masing-masing orang miskin mendapat ¼ sa’ atau ¾ liter
e. Lian
Ialah perkataan suami terhadap istrinya. Contoh ” saya bersaksi kepada Allah bahwa apa yang telah saya tuduhkan kepada istri saya benar, bahwa dia berzina”
f. Iddah
Iddah adalah masa tunggu bagi wanita yang ditinggal mati atau bercerai dari suaminya yang tidak memungkinkan baginya untuk menikah lagi dengan laki-laki lain.
Berlaku bagi isteri yang putus perkawinannya kecuali qobla al dukhul dan perkawinannya putus bukan karena kematian suami.
a. Waktu tunggu
• Karena kematian
a. 130 hari jika tidak hamil.
b. Jika hamil sampai melahirkan.
• Karena perceraian
a. 3 kali suci, minimal 90 hari (bagi yang masih haid)
b. 90 hari bagi yang tidak haid (Atb-Thalaq :4)
c. Hamil sampai melahirkan (Ath-Tbalaq :4)
a. Tidak ada waktu tunggu bagi janda karena perceraian qobla al dhukul.
b. Mulai waktu tunggu
1. Karena perceraian: setelah putusan Pengadilan Agama mempunyai kekuatan hukum tetap.
2. Karena kematian: sejak kematian suami.






BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pernikahan (Ta’rif) / (zawaj) merupakan akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak serta kewajiban serta tolong menolong antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram
Tujuan menikah karena ingin mendapatkan harta benda, kebangsawanan, melihat kecantikan atao ketampanan dan dari agama serta budi pekertinya. Rukun nikah sigot, wali nikah dari perempuan dan dua orang saksi.
Thalak (Penceraian)lak menurut bahasa arab adalah melepaskan ikatan pernikahan.
Dari uraian diatas dapat kita jabarkan bahwa tujuan pernikahan : untuk hidup dalam pergaulan yang sempurna, suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur rumah tangga dan keturunan, sebagai suatu tali yang amat teguh guna memperkokoh tali persaudaraan antara kerabat sami dan kerabat istrisehingga pertalian it menjadi suatu jalan yang membawa kaum ataupun golongan saling tolong menlong. Pintu perceraian dibukakan oleh Allah sebagai jalan keluar dari segala kesukaran, apabila pergaulan kedua suami istri tidak dapat mencapai tujuan-tujuan pernikahan. Dengan ini, terjadilah ketertiban dan ketentraman antara kedua pihak dan masing-masing dapat mencari pasangan yang cocok yang dapat mencapai tujuan pernikahan.

DAFTAR PUSTAKA
Al-jazairi Jabir Abu Bakar.2009.Minhajul Muslim.solo:Insan Kamil
Asy-Syekh Muhammad.1991.Fiqh Fthul Qarib.Surabaya:Al Hidayah
www.fiqihnikah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar